Analisis Saham Bank Mandiri (BMRI) FY24: Laba Menurun di Kuartal Akhir, Bagaimana Prospeknya?
Bank Mandiri (BMRI) baru saja merilis laporan keuangan FY24 dengan hasil yang sedikit di bawah ekspektasi pasar. Meskipun secara tahunan laba masih tumbuh tipis, tekanan biaya operasional di kuartal terakhir membuat laba bersih (NPAT) turun secara signifikan. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi? Dan bagaimana prospek BMRI ke depan?
BMRI FY24: Kuartal Terakhir yang Lemah
Pada 4Q24, BMRI mencatat laba bersih sebesar IDR 13,8 triliun, turun 11,0% QoQ dan 13,9% YoY. Penyebab utama dari penurunan ini adalah kenaikan biaya operasional, terutama general & administrative expenses (GA expenses) yang melonjak 62,7% QoQ dan 40,7% YoY. Selain itu, efisiensi anak perusahaan (termasuk BRIS) masih menjadi tantangan yang perlu diperbaiki.
Secara keseluruhan, laba bersih BMRI sepanjang FY24 mencapai IDR 55,8 triliun, tumbuh 1,3% YoY, tetapi sedikit di bawah ekspektasi konsensus sebesar IDR 56,2 triliun. Pendapatan non-bunga (Non-II) juga tidak sesuai harapan akibat rendahnya pendapatan pemulihan (recovery income), sementara beban provisi meningkat 17,5% YoY akibat lebih sedikitnya pembalikan provisi dibandingkan tahun sebelumnya.
Pendapatan Bunga Masih Tumbuh Kuat
Meskipun laba kuartalan turun, pendapatan bunga tetap menunjukkan kinerja yang solid. BMRI mencatat pertumbuhan pendapatan bunga sebesar 14,1% YoY, didorong oleh pertumbuhan kredit yang kuat sebesar 19,5% YoY. Pertumbuhan kredit ini terutama berasal dari segmen korporasi (+26,7% YoY) dan komersial (+23,0% YoY), dengan adanya repricing suku bunga kredit di segmen komersial, UMKM, mikro, dan ritel.
Namun, tekanan biaya dana (Cost of Fund/CoF) tetap menjadi tantangan. Beban bunga meningkat 35,0% YoY, yang membuat pertumbuhan pendapatan bunga bersih (Net Interest Income/NII) hanya mencapai 6,1% YoY. Meskipun demikian, dibandingkan bank BUMN lainnya, BMRI menunjukkan pengelolaan CoF yang lebih baik, berkat digitalisasi melalui platform Livinโ by Mandiri untuk ritel, Livinโ Merchant untuk UMKM, dan Kopra untuk nasabah korporasi.
Performa Dana Pihak Ketiga dan LDR
Bank Mandiri mencatat pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 7,7% YoY, dengan pertumbuhan CASA yang lebih tinggi (+8,5% YoY) dibandingkan deposito berjangka (+5,5% YoY). Namun, bank juga melakukan rasionalisasi beberapa deposito dan giro mahal, sehingga pertumbuhan DPK sedikit melambat.
Karena pertumbuhan kredit lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK, rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) naik ke 98,0% (bank-only). Namun, manajemen menyebutkan bahwa pada Januari 2025, LDR telah turun di bawah 95%, menandakan perbaikan likuiditas.
Kualitas Aset Membaik, NPL Terendah di Antara Bank Besar
Salah satu kabar baik dari laporan keuangan BMRI adalah perbaikan kualitas aset. Rasio kredit bermasalah (Gross NPL) turun menjadi 1,12% dari 1,19% di FY23, sementara Loan at Risk (LAR) juga membaik menjadi 6,76% (FY23: 8,62%). Ini merupakan rasio NPL terendah di antara bank-bank besar di Indonesia.
Meskipun pemulihan (recovery) tidak sekuat yang diharapkan akibat kondisi makro yang masih menantang, manajemen optimistis bahwa pada 2025 pemulihan akan meningkat.
Prospek dan Panduan 2025
Manajemen Bank Mandiri memberikan panduan kinerja untuk tahun 2025 dengan beberapa target utama:
- Pertumbuhan kredit: 10-12% (FY24: +19,5%).
- Proyeksi kami: Pertumbuhan kredit akan lebih selaras dengan pertumbuhan DPK. Dengan digitalisasi yang terus mendorong pertumbuhan CASA, sementara stance dovish Bank Indonesia bisa mendukung likuiditas perbankan.
- Net Interest Margin (NIM): 5,0-5,2% (FY24: 5,15%).
- Proyeksi kami: Tekanan CoF mungkin masih ada, tetapi repricing suku bunga kredit dapat membantu menjaga margin keuntungan.
- Cost of Credit (CoC): 1,0-1,2% (FY24: 0,79%).
- Proyeksi kami: Peningkatan CoC tidak menunjukkan kenaikan NPL, melainkan normalisasi setelah periode pembalikan provisi besar akibat pandemi COVID-19.
Kesimpulan: Saham BMRI Masih Layak Dipertimbangkan?
Secara keseluruhan, laporan keuangan BMRI untuk FY24 menunjukkan kombinasi antara pertumbuhan kredit yang kuat dan perbaikan kualitas aset, meskipun laba di kuartal terakhir mengalami tekanan akibat biaya operasional yang meningkat.
Hasil kuartal keempat yang di bawah ekspektasi bisa menyebabkan tekanan jual jangka pendek pada saham BMRI. Namun, secara fundamental, BMRI masih memiliki prospek yang menarik, terutama dengan strategi digitalisasi dan fokus pada efisiensi operasional.
Kami akan terus memantau perkembangan kinerja BMRI dalam laporan Januari dan Februari 2025, terutama terkait likuiditas dan tren provisi. Jika pemulihan ekonomi membaik dan manajemen berhasil menjaga efisiensi, saham BMRI tetap menjadi pilihan menarik bagi investor jangka panjang.
Apakah saat ini waktu yang tepat untuk membeli saham BMRI? Itu tergantung pada profil risiko dan strategi investasi Anda. Namun, dengan fundamental yang solid dan proyeksi pertumbuhan yang masih positif, BMRI layak masuk dalam radar investor.
Referensi 1