Strategi Jitu Value Investing: Cara Menemukan Saham Murah Berkualitas
Ketika pasar saham turun, banyak investor panik dan buru-buru menjual aset mereka. Tapi bagi seorang value investor, kondisi ini justru merupakan peluang emas! Mengapa? Karena saham-saham bagus yang sebelumnya mahal kini bisa dibeli dengan harga diskon.
Namun, pertanyaannya: apakah strategi value investing masih relevan di era sekarang? Beberapa orang menganggapnya kuno, tetapi nyatanya, strategi ini tetap ampuh jika diterapkan dengan benar. Tapi ingat, value investing bukan buat kamu yang ingin cuan instan dalam hitungan minggu. Kalau kamu lebih suka tebak-tebakan bandar, strategi ini mungkin kurang cocok.
Dalam artikel ini, kita akan membahas:
- Apa itu value investing dan bagaimana cara menilainya?
- Strategi menemukan saham yang undervalued
- Langkah-langkah investasi yang cerdas
- Bagaimana mengelola risiko dalam investasi jangka panjang
Apa Itu Value Investing?
Value investing adalah strategi investasi di mana seorang investor mencari saham yang bernilai lebih rendah dibandingkan dengan nilai intrinsiknya. Dengan kata lain, saham tersebut sedang “diskon”.
Nah, bagaimana cara menilai suatu saham itu undervalued atau tidak? Ada beberapa metode yang digunakan:
- Valuasi relatif: Menggunakan rasio seperti Price to Earnings Ratio (P/E) dan Price to Book Value (P/BV), lalu dibandingkan dengan historisnya atau kompetitor di industri yang sama.
- Valuasi absolut: Menggunakan metode seperti Discounted Cash Flow (DCF) untuk menghitung nilai intrinsik saham berdasarkan proyeksi arus kas masa depan.
- Sum of the Parts: Menghitung valuasi masing-masing unit bisnis perusahaan dan menjumlahkannya.
Jika setelah dihitung, nilai intrinsik saham lebih tinggi dari harga pasarnya, maka saham tersebut bisa dianggap murah.
5 Langkah Sederhana Mencari Saham Value Investing
1. Gunakan PBV Band untuk Menilai Kewajaran Harga Saham
Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah mengecek P/BV Band atau pergerakan historis rasio Price to Book Value (PBV). Kenapa PBV, bukan P/E?
Di Indonesia, banyak perusahaan memiliki laba yang fluktuatif, terutama di sektor siklikal seperti komoditas. Rasio P/E bisa minus atau terlalu bervariasi, sehingga sulit menentukan nilai wajarnya. Oleh karena itu, PBV lebih stabil dan dapat mencerminkan pertumbuhan aset perusahaan.
Sebagai patokan, saham yang PBV-nya berada di bawah standar deviasi -1 dari rata-rata 5 tahun terakhir biasanya dianggap murah. Namun, jika perusahaan baru IPO, kita bisa menggunakan data 1-3 tahun terakhir.
2. Cek Prospek Pertumbuhan Bisnis
Murah saja tidak cukup! Saham yang bagus harus memiliki prospek bisnis yang cerah. Percuma kalau harganya murah, tapi perusahaan sedang mengalami kemunduran.
Bagaimana cara mengetahuinya? Kamu bisa melihat:
- Konsensus analis: Apa pendapat para analis tentang proyeksi bisnis perusahaan?
- Tren industri: Apakah sektor bisnisnya sedang berkembang atau justru menurun?
- Faktor sentimen: Apakah ada isu-isu eksternal yang memengaruhi harga saham?
Misalnya, saham-saham di sektor nikel saat ini sedang murah karena harga nikel global turun. Namun, karena nikel adalah komoditas siklikal, harganya bisa naik kembali dalam beberapa tahun ke depan. Di sisi lain, sektor menara telekomunikasi juga murah karena kekhawatiran soal teknologi satelit Starlink, padahal bisnisnya tetap kuat.
3. Buat Rencana Pembelian Bertahap
Setelah menemukan saham yang murah dan punya prospek bagus, jangan langsung all-in! Sebaiknya, gunakan strategi pembelian bertahap agar mendapatkan harga rata-rata yang lebih baik.
Misalnya, kamu ingin berinvestasi Rp20 juta dalam saham NCKL. Alih-alih membeli semuanya sekaligus, kamu bisa membaginya menjadi 4 kali pembelian:
- Rp5 juta di harga Rp700
- Rp5 juta di harga Rp650
- Rp5 juta di harga Rp600
- Rp5 juta di harga Rp550
Dengan strategi ini, jika harga turun, kamu bisa membeli lebih murah. Jika harga naik, kamu tetap punya posisi.
4. Pantau Sentimen dan Perubahan Fundamental
Setelah membeli saham, jangan hanya terpaku pada harga harian! Sebaiknya, pantau sentimen yang bisa memengaruhi kinerja perusahaan.
Fokus pada:
- Faktor fundamental: Apakah ada perubahan besar dalam bisnis, seperti restrukturisasi, kebangkrutan, atau perubahan kepemimpinan?
- Risiko utang: Jika utang jangka pendek perusahaan membengkak, tapi pendapatan turun drastis, itu bisa jadi sinyal bahaya.
- Berita dan kebijakan: Apakah ada regulasi baru yang menguntungkan atau merugikan sektor tersebut?
Jika ada perubahan besar yang berisiko bagi perusahaan, kamu harus mempertimbangkan strategi exit.
5. Bersabar dan Fokus pada Jangka Panjang
Ini bagian paling penting! Value investing bukan strategi cepat kaya dalam seminggu. Saham yang kamu beli bisa saja tetap turun dalam beberapa bulan sebelum akhirnya naik.
Jangan panik dan buru-buru menjual hanya karena harga turun. Ingat, yang kamu beli adalah bisnis, bukan sekadar ticker saham.
Kesimpulan
Value investing masih menjadi strategi yang kuat jika dilakukan dengan cara yang benar. Kuncinya adalah mencari saham yang:
- Harganya sedang murah berdasarkan PBV atau valuasi lainnya
- Memiliki prospek bisnis yang baik
- Dibeli secara bertahap untuk mengelola risiko
- Dipantau secara fundamental untuk menghindari jebakan
- Dipegang dengan sabar karena nilai saham tidak naik dalam semalam
Dengan mengikuti strategi ini, kamu bisa mendapatkan saham berkualitas dengan harga diskon dan menunggu saatnya cuan!
Bagaimana pendapatmu tentang value investing? Yuk, share di kolom komentar!